Munajat yang Terjawab
Sepertiga
malam, munajat berbondong-bondong terpanjatkan, ketika semua orang di dunia ini
tengah terlelap bermain mimpi mereka. Ketika semua orang berkencan dalam mimpi,
warga pesantren telah bangun, untuk berkencan pada rabbnya (Alloh swt). Semakin
larut mereka semakin khusuk mencurahkan isi hati pada rabbnya. Dan disinilah
cerita itu akan aku mulai. Namaku adalah Muhammad Zainuddin Aziz, aku adalah
ketua pengurus sekaligus dewan asatid di pesantren “PESANTREN NURUS SYAFA’AT ” pesantren yang
sangat modern tapi masih menjunjung norma-norma agama yang tinggi. Yang letaknya
di daerah kediri jawa timur. KH.Abdur Rohman Wahid beliau adalah penggasuhnya.
Di
suatu pagi dan itu pagi sekali ketika orang-orang masih lelap dengan tidurnya,
tepatnya masih pukul 01:00 pagi, tiba-tiba aku di panggil oleh abah yai. Alhamdulillah
abah yai sepertinya menjadikan aku sebagai tangan kanannya. Pagi itu abah yai
berkata padaku ”Zain kamu ngerti anak ku seng pertama toh”, ”enggeh kulo
semerap bah”, ”iku lho le kowe kan wes suwe neng kene, kowe yo wes dewasa,
pantes lah nek wayahe duwe rumah
tangga”, ”engge bah, tapi maksut e njenengan niku nopo kulo mboten ngertos”, aku
masih bertanya-tanya ”ngene lho le, kowe gelem ta tak jodohne karo anak ku
wedok seng pertama, shofiya” lanjut abah yai. Akupun pun berfikir dan menjawab pertanyaan abah yai ”agunge
pengapunten nggeh bah kulo pikir-pikir riyen kadose kulo ngge dereng saget dados imam ingkang sae”
sela ku, ”yo, kowe pikir pikir dipek”.
Setiba di
kamar akupun terdiam seribu kata sambil berfikir apakah ini mimpi atau apa, sampai
bisa di jodohkan dengan seorang anak kyai terpandang, tapi tetap saja aku masih
merasa kurang pantas jika harus bersanding dengan neng shofiya. Sepulang dari
ndalem aku mulai melakukan rutinitasku yakni jadwal kencanku dengan rabbku dan
ketika itu aku menambahnya dengan sholat istikhoroh dan meminta petunjuk kepada
rabbku juga berdoa agar apa yang telah di pilihkan abah yai untukku memang
telah di jodohkan alloh kepadaku, tiba-tiba ditengah doaku ada salah satu
temanku yang memang dialah yang paling akrab denganku, namun dia masuk ke
pesantren ini 1 tahun setelah aku masuk ke sini. Dia memasuki kamarku sebut
saja kang lutfi panggilan akrabku padanya, tapi para santri memanggilnya ustad
lutfi, ya dikarenakan dia memang mengajar sekolah madin di pesantren. Kang
lutfi memandangiku dengan serius “wah..wah kang ane liat ente makin khusuk aja
kang, ada apa gerangan kang?? Lagi minta jodoh ke alloh ta kang?” ledek kang
lutfi, “ente itu ada-ada aja akh, bukannya ente yang sering minta jodoh ke
alloh?” balasku, “he....he...he...(meringis) ente tu akhy yang paling perhatian
ke ane” balasnya sambil meninggalkan kamarku, ”selalu lupa salam orang ini”
gerutuku.
Pukul
08:00 saat ketika aku akan berangkat mengajar madin tiba-tiba berpapasan dengan
neng shofiya yang saat itu mau pergi ke alfamart dekat pesantren, ”astaghfirulloh,
ya rabbi jagalah pandangan hambamu ini” doa dalam hati kecilku. Setiba dalam
kelas akupun memulai salam pembuka untuk mengawali pembelajaran, ketika para
santri membaca nadhom sejenak terlintas dalam fikirku apa yang aku lihat tadi “astaghfirulloh
ya rabbi, kenapa ini terus terfikirkan pada hamba ya rabb” curhatku dalam hati.
Sepulang dari mengajar, aku masuk kembali ke kamarku kemudian aku mulai
menghubungi orang rumah untuk menanyakan penawaran abah yai tadi pagi.
“tuu....tut...tut...(nada tunggu)” “assalamualaikum” salam umyku, “wa’alaikumsalam
umy, pripun kabare panjenengan?”, ”alhamdulillah sae lee, sampeyan pripon
kabare lee? Mboten mantok nopo umy kangen le!! Umy manton ngipi sampeyan le,
tapi alhamdulillah ngipine umy sae!!” sahut umyku “ngge insyaalloh mangke kulo
badhe izin mantok ten romo kyai my, ridhone mawon ngge my, agunge pengapunten
kulo sampun dangu mboten mantok” jawabku,”yo wes le, ati-ati ngge, di jogo
tenanan atine kudu mung damel alloh swt mawon sedanten”, ”ngge
umy,assalamualaikum” pamitku sebari menutup telfon. Seusai aku menelfon aku pergi
ke ruang ndalem abah yai untuk meminta izin akan pulang hari ini. “assalamualaikum” sebari berjalan dengan
lulut sambil menghampiri abah kyai, ”wa’alaikumsalam warrohmah, ono opo le?” tanya
abah kyai, ”agunge pengapunten abah, kulo badhe pamit kundur” izinku “oh
moleh,,,iyyo wes ati-ati, balik kapan le?” tanya abah lagi “mboten dangu abah, namung
2 dinten mawon” sahut ku “yo wes budalo, ati-ati yo!!!” pesan kecil abah kyai “njeh abah, assalamualaikum” salamku.
3 jam aku
lalui di perjalanan, ”alhamdulillah sampai rumah juga” syukurku dalam hati
sambil melepas helm, Tok...tok....tok....
“assalamualaikum“ ketukan tanganku yang aku benturkan pintu, ”wa’alaikumsalam” sahut putri adikku
yang sambil berlari membuka pintu, ”subhanalloh mas aziz” teriak putri kegirangan
sambil mencium tanganku, yah putri memanggilku mas aziz karena memang akrabnya
di desa panggilan itu dari kecil. “kemana umy dik?” tanyaku, ”lagi ke kebun mas
nyari durian masak” jawab putri, ”wah kayaknya duriannya lagi banyak yang
matang ya dek?” tanyaku lagi sebari menuju kamar, ”iya mas kan lagi
musimnya,lhoo mas kok tumben pulang? Padahal kan belum hari raya mas? padahal
biasanya kalo hari raya saja pulangnya mas!” tanya putri sambil menghidangkan
minuman ke pada ku, ”he...he...he iya dik, mas di suruh abah kyai pulang dik”
jawabku, ”lho mas di pulangkan, sudah nggak mondok lagi gitu ta mas?” tanyanya
sambil terkejut, ”huss....ngawur kamu itu nggak dik, cuma pulang saja, kamu
nggak kangen mas mu ini ta dik?” godaku “ya kangen toh mas, mas ini su’udzon
saja” rengek adikku. “assalamualaikum...” umyku datang dari kebun dan membawa 3 buah durian
yang sudah masak, “wa’alaikumsalam warohmatulloh” sahutku dan adik, ”kamu sudah
sampai toh le, sudah lama menunggu umy?” tanya umy, ”mboten umy,aziz baru sampai “, “yo wes le,,istirahat
dulu sana, toh kamu pasti capek, kediri ke sini kan lumayan jauh le” suruh umy
sambil berjalan ke arah dapur, ”ngge
umy” jawabku. “alhamdulillah baiti jannati, syukron ya rabbi” rasa legaku yang
amat aku syukurkan hanya kepada sang penguasa rasa yaitu Alloh SWT.
Pukul 4
sore setelah pulang dari masjid, aku mulai menghampiri umyku yang sedang duduk
santai di depan teras rumah. ”assalamualaikum umy” salamku bersamaan dengan
adik, kemudian adik langsung masuk. ”my putri masuk duluan ya, mau ngaji dulu” ucap
adik. ”iya, kalau sudah selesai ngaji tolong ya bereskan ruang tamu”, ”ngge
umy” jawab adik sambil bergegas pergi kekamarnya. Kami duduk bersama dan aku
mulai memberi tahu apa maksud dari kepulanganku ”my, aziz pulang mau minta
restu umy?” tanyaku pelan-pelan,”restu opo to le” tanya umy, ”anu my aziz minta
restu” jawabku dengan gugup. ”iya le mau minta restu apa” tanya umy penasaran. ”my
aziz di utus abah untuk menikahi anak pertamanya abah kyai, neng shofiya” jawabku
sedikit lega. ”oh, iya iya memang di umur kamu yang sekarang kamu sudah
pantes untuk membina keluarga le, umy selalu mendukung apapun yang menurutmu
itu baik & benar” jawab umy tersenyum. ”jadi umy merestuinya, makasih ya
umy” kegembiraanku terasa ketia umy merestuiku sampai-sampai aku memeluk umy
terlalu erat “tapi jangan lupa le, jadilah imam yang baik buat istri kamu, bina
dia sesuai syariat agama, dan juga jangan pernah menyakiti hati maupun fisiknya
jika dia salah, ingatkan saja jangan di ingatkan dengan cara yang keras yho le,
umy merestuimu le, karena umy yakin pilihan abah kyai pasti sudah diistikhoroi
le” tutur umy ”nggeh umy, aziz selalu ingat apa kata umy” jawabku. Adzan maghrib
berkumandang aku dan keluargaku menunaikan kewajiban kami.
Keeseokan
harinya aku berpamitan dengan umy dan adikku untuk kembali ke pondok, ”umy, aziz
pamit mau kembali ke pondok”, ”yo wes hati hati di jalan” jawab umy, ”lho mas
kok buru buru mau kembali ke pondok” sahut putri, ”iya soalnya mas mu ini masih
ada urusan di pondok nduk” sahut umy, ”ealah mas, putri kan masih kangen sama
mas” ucap putri sambil memandangku. ”iya dek mas juga masih kangen sama adek
tapi mau gimana ladi mas sudah di panggil ke pondok, mas janji kapan-kapan mas
pulang lagi” ucapku ke putri, ”kalo pulang bawa mbak ipar buat putri ya mas!!!”
gurau adikku, aku hanya tersenyum mendengar pesan adikku itu.
Akhirnya
aku berangkat ke pondok tiga jam perjalanan yang harus kulampaui untuk dapat
sampai di kediri. Setiba di pondok akupun langsung ke ndalem “assalamualaikum” salamku,
”wa’alaikumussalam” jawab neng shofiya, ”abah kyai wonten” tanyaku, ”wonten, sekedap
kang kulo timbalaken” sahut neng shofiya sebari masuk ke ndalem, beberapa menit
kemudian abah kyai keluar, namun kembali masuk ke ndalem lagi, akupun sabar
menunggu namun aku bingung kenapa abah kyai masuk kembali. Tiba-tiba 3 menit
lagi abah kyai kembali keluar untuk menemuiku dan neng shofiya juga ikut serta
di belakang abah kyai “wes suwe le?” tanya abah kyai “enggal mawon bah” jawabku, ”iki putriku
shofiya, wes kenal” tanya abah kyai lagi “mboten bah, namung kepireng asmine
mawon” jawabku lagi, ”iki nduk zainuddin aziz, salah sijine ustad kene, kowe
arep tak jodohne karo iki, piye menurutmu nduk” tanya abah kyai yang
memperkenalkanku pada neng shofiya, ”kulo sendiko dawuh panjenengan mawon by” jawabnya,
”yo wes le, piye keputusane keluargamu le?”
tanya abah kyai padaku, ”alhamdulillah umy sampun ngerestui” sela lirihku “trus
piye lamarane, kapan isone le?” tanya abah kyai “kulo sendiko dawuh panjenengan
mawon” seruku “yo wes mene keluargamu gowo rene yo le, kabarono langsung akad
yo le” perintah abah kyai. Aku sedikit kaget mendengar hal itu, karena bagiku
itu terlalu cepat, tapi apa boleh buat, aku hanya ingin mendapat hidup yang
barokah, perantara hal ini, “inggih bah sendiko dawuh, kulo pamit kundur
assalamualaikum” izinku lagi untuk pulang kembali “wa’alaikumsalam” jawab abah kyai
dan lirih neng shofiya. Seusai dari ndalem abah kyai, aku menuju kamar asramaku
untuk mengemasi baju-bajuku yang ada dalam almari, “assalamualaikum” sahut
salam dari luar ruangan “wa’alaikumsalam siapa?” tanyaku “lutfi kang, boleh
masuk kang?” tanya kang lutfi “boleh-boleh, buka saja akhy” suruhku, kang lutfi
terkejut dan bertanya “lhoo kang mau kemana kok kemas-kemas banyak sekali, ada
apa kang?” “anu... akh ane mau pamit pulang” selaku, “pulang ndak balik ta kang?
lho kenapa kang?” kaget dan bertanya-tanya “ane di pulangkan abah yai akh” sahutku “lhoo
kok bisa kang kenapa? Wah akang nggak bisa liat neng shofiya nikah dong, padahal
bentar lagi kabarnya neng shofiya mau nikah kang, kayaknya sih di jodohkan
kang, kira-kira akang hadir kan?” cakap
kang lutfi “insyaalloh ane pasti hadir akh, sudah ya akh, ane buru-buru mau
pulang, nitip simpankan kitab-kitab ane ya akh, kalo ane ada kesempatan ane
ambil, salam pamit juga ke rekan-rekan ya akh ane nggak bisa pamitin satu-satu,
salam maaf juga ke semuanya, syukron akh, assalamualaikum” pamitku sambil
tergesa-gesa mnggendong tas hitamku”, “ya kang hati-hati, waalaikumsalam” sahut
kang lutfi “lho...lho ada apa toh kang zain dipulangkan abah yai, apa ada
problem ya?” pikir kang lutfi kebingungan.
2 jam setengah
kulalui dalam perjalan dengan sangat ngebut sekali. Setelah sampai di rumah aku
langsung mencari umy “assalamualaikum, umy....umy” teriakku sambil tergesa-gesa
“wa’alaikumsalam, ya alloh lee....ada apa lagi le, apa ada yang ketinggalan le?”
tanya umy, ”mboten umy, kulo sampun sampek ten pondok, kulo di utus abah kyai
kundur maleh my” jawabku dengan nafas senin-kamis kata orang-orang menjuluki
hal ini “duduk dulu le, pasti capek, kan jauh, tenang dulu umy ambilkan minum
lee..” bergegaslah umy ke dapur dan menuangkan segelas air dingin untukku “di
minum dulu le” umy menyuguhkannya padaku, ”begini my, dawuhe abah kyai, mbenjeng
njenengan di utus mriko, kulo di utus ngelangsungaken lamaran kale sekalian akad
my” ucapku memberi tahu umy dengan sedikit tenang karena minum yang di suguhkan
umy padaku, sementara itu handphone umy yang di meja berbunyi dering sholawat
ala pesantren yang di jadikan umy sebagai nada dering telfonnya, “sebentar ya
le, umy angkat dulu” ternyata telfon itu
dari abah kyai, diangkatlah oleh umy “assalamualaikum”, “wa’alaikumsalam”, jawab
abah yai, “bu.... pripon kabare? Mugi-mugi sae bu, kulo badhe sanjang, njenengan
siap-siap ngge bu, mbenjeng njenengan mriki, mbten usah mbeto nopo-nopo bu,
mahar mawon, ngapunten ngge bu gupuh mawon, sabda kanjeng nabi muhammad saw
perkara ingkang sae niku kudu cepet-cepet di laksanaaken bu, nopo meleh seng
namine nikah, pripon bu?” sahut abah yai
lagi “alhamdulillah kulo sekeluarga sae bah, enggeh bah, niku perkara sae, ngge
kulo mbenjeng sekeluarga mriko, namung panjenengan nedi mahar nopo saking putra
kulo?” tanya umy, “seadanya saya terima
bu, yang penting ikhlas, nabi adam mawon mahare namung sholawat bu” seru abah kyai,
umypun lega mendengar perkataan abah kyai tersebut, ”alhamdulillah ngge bah”
sahut gembira umy. Setelah itu, umy langsung mengabari sanak saudaranya yang
jarak rumahnya hanya berbeda desa dan kecamatan saja, dan bersyukurnya semua
sanak saudara umyku sudah punya handphone, jadi praktis ketika mengabari
mereka. Ketika sanak saudara telah di kabari, umy bergegas membeli seserahan
yang sudah jadi adat kebiasaan saat ada lamaran dan pernikahan. Umy membelinya
bersamaku.
Keesokan
harinya ketika semua keluargaku berkumpul dengan hanya membawa keluarga dan kerabat
dekat saja, yang hanya kami muat dengan 2 mobil kijang,1 innova,1 avanza yang aku
kendarai bersama umy, adikku, dan adik terkecil dari H. Syaiful arifin (alm)
ayahku yang menyetir mobil yang kami tunggangi. Semua bergegas menuju pondok
pesantren NURUS SYAFA’AT. “Alhamdulillah, sudah sampai” syukur umy, ”umy, aziz
gemetar umy” bisikan rintihku, aku memang sangat gemetar sekali saat itu, karena
memang ini baru pertama kalinya aku melamar sekaligus melangsungkan akad, bagiku
ini terlalu cepat karena sebelumnya aku tak pernah berfikiran untuk menikah, yang
kupinta pada tahajjudku hanyalah seorang bidadari dunia yang bisa aku bawa
keliling surga esok bersamaku, “sudah le, itu wajar, bismillah saja pasrah pada
yang maha berkehendak“, sahut umyku. “assalamualaikum” salam keluargaku memasuki
ruang ndalem, yang ternyata kedatangan kami telah di tunggu-tunggu oleh abah kyai
sekeluarga juga seluruh dewan asatid pesantren NURUS SYAFA’AT yang juga kerabat
dekat ku. Serentak para dewan asatid terkejut apalagi kang lutfi, karena saat
itu kang lutfilah yang berharap aku hadir dalam pernikahan neng shofiya
dan ternyata aku memang menghadirinya, namun bukan sebagai tamu undangan melaikan akulah
mempelai prianya. “subhanalloh” terkagumnya kang lutfi yang tak di
sangka-sangka bahwa aku yang di jadikan menantu abah kyai. Disambutlah
keluargaku dengan ramah tamah oleh abah kyai dan kami segera melangsungkan
pernikan tersebut, dan abah kyailah yang menjadi penghulu ku bersama neng
shofiya. “zawwajtuka MUHAMMAD ZAINUDDIN AZIZ BIN H.SYAIFUL ARIFIN almarhum bi NUR
SHOFIYATUL JANNAH WAHID BINTI KH.ABDUR ROHMAN WAHID bi mahrin alfu alfin
rubiah wa mushaf al-qur’anul utsmani”, “qobiltu nikakhaha watazwijaha bil mahril
madzkur” jawabku, kemudian abah yai bertanya pada saksi nikah “khalan?” “halal”
jawab saksi serentak, kemudian di doakanlah pernikahan kami ini agar menjadi
pernikahan yang sakinah mawaddah dan warrohmah.
Malam
ini adalah malam pertama aku tidur di temani seorang bidadari surga yang
jelas-jelas halal seutuhnya bagiku “oh ya rabbi terima kasih atas nikmat dunia
yang engkau berikan ini” bentuk syukurku pada rabbku. Sebelum aku mulai
menyentuh istriku, aku ingin sekali-kali berbincang-bincang dengannya, namun
aku sedikit malu. Ku biarkan istriku yang memulainya, namun setelah aku
mengganti pakaian pengantinku dengan pakaian tidur, dia mulai berbicara padaku.
“assalamu'alaikum mas”, lirih suaranya yang serak-serah basah namun sejuk ketika
di dengar, mulanya aku bingung, aku harus memanggilnya dengan sebutan apa, tak berfikir panjang akupun menjawabnya “wa’alaikumsalam, iya ada pa dek?” tanyaku dengan nada lirih mengikutinya.
“apa mas tidak bahagia dengan pernikahan ini mas? Aku ingin mas menjadikan aku
sebagai ladang mas malam ini, apapun sesuka mas, aku adalah ladang mas untuk
kapan saja” pintanya, “alhamdulillah dek, mas bahagia dengan apa yang di
berikan alloh pada mas, mas akan berusaha berikan adek nafkah lahir batin dek”
jawabku, namun sepertinya shofiya sedikit resah, mungkin karena aku belum
menyentuhnya sama sekali. Setelah kami mengganti pakaian, akupun mengajak
istriku sholat sebelum melakukan hubungan suami istri, seperti apa yang pernah
aku kaji pada kitab fatkhul izzar ketika masih nyantri dulu. “dek mari sholat”
ajakku, “iya mas, shofiya ambil wudhu dulu mas” jawab istriku. Setelah kami
menyelesaikan sholat, akupun mulai mendekatinya, namun aku tetap berpegang pada
apa yang di sabdakan Rosululloh SAW yang juga sering aku kaji dalam kitab
al-adzkar.
BERSAMBUNG.............