Minggu, 21 Mei 2017



KOPI PENGANTAR MUADZIN MASJIDIL HARAM

                Tersentak kaget ku terbangun, terdengar suara jam alarm milik temanku telah menari-nari dengan bunyi yang nyaring. Ku intip dinding kamarku ku lihat dengan teliti pada suatu arah pigoradengan image anak kecil berpeci yang bergoyang ke kanan-kiri kepalanya. Arah mataku lebih fokus pada satu objek jam dinding yang berada di samping image tersebut  dalam satu pigora kaca itu.
wah jam 1 pagi ternyata  jarum jam menunjuknya, mengucek mata dan sedikit menguap sambil berjalan ke arah gayung merah, mencari peralatan mandi dan membawanya ke kamar mandi. Bergegas kemudian aktifitas istiqomahku kencan dengan illahi robby setiap sepertiga malam aku lakukan. Setelah itu usai, butiran-butiran kayu yang di tata rapi pada seuntai benang ku mainkan pada jari-jari ku serta memuji nama-NYA serta meminta ampun pada-NYA.
Pukul 03.30 pagi ku lantunkan burdah pada microfon masjid untuk membangunkan kawan-kawan santri yang lain. Sampai ku dengar suara adzan subuh dari seorang pejuang subuh yang telah renta, namun semangatnya membangunkan penduduk kampung masih berkobar layaknya anak muda. Yah, suara itu adalah suara yang di kumandangakan oleh manusia paruh baya  yang istiqomah tanpa pernah aku dengar  suara lain yang menghidupkan mushollah kecil di kampung sekitar pesantren ku. Kuusaikan burdah dan ku mulai lantunkan adzan subuh dengan suara yang tak begitu merdu menurutku.
                                                                                                ##
                Pagi yang sudah tak berembun, siulan pipit yang tak seragam berbaris di pohon mangga stelah beberapa aktifitas ku lakoni  bergegas aku ke ndalem romo yai dan mulai dengan sapu lidi biru dan di temani sepotong kain serbet di pundakku.
“yik.. rene le..”
“Dalem yai”
“Iki, gowo nang dapur yo”
“injih yai”
Secangkir kopi sisa malam kemaren yang aku bawa ke dapur, sering lancang dan hampir setiap hari  aku meminum sisa kopi itu sebelum tercebur dalam tumpukan piring-piring dan gelas kotor di dapur yang nantinya juga akan menjadi tugasku membersihkannya. 
Tugas bersih-bersih selesai aku lakukan. Kembali diri ini menapakkan kaki ke ruang kecil dengan sisi 3x3 metre yang aku tempati bertiga bersama temanku. Ku buka elektronik kecil yang sering orang menyebutnya itu dengan kata laptop, nmun menurutku itu terlalu kecil untuk di samakan. Jariku memulai dari tombol power yang ada di kanan atas, dan bergemulai menari di atas keyboard mengikuti perintah dari saraf otak kecilku.  Yah aku mulai sedikit demi sedikit menyicil skripsi yang tinggal bab akhir saja. Aku adalah mahasiswa prodi sastra arab yang melakoni kehidupan kuliah di kampus yang di dirikan oleh pesantren.
2 minggu yang lalu romo yai sempat bilang padaku, ketika sidang skripsim usai aku harus memberi tahu romo yai, entah yang ku bingungkan memangnya untuk apa aku memberi tahu hal itu, tapi kerena itu romo yai yang minta, apa dayaku tak bisa menuruti hal kecil itu. Tapi yang sering berkeliaran di otakku “apakah aku akan di jodohkan, hah terlalu berharap, kerja saja belum” gumam hati kecilku.
                                `                                                               ##
3 bulan berlalu, sidang skripsi telah usai, dan tampaknya romo yai telah lebih dulu mengetahui hal itu.
“yik,,, iki gowo nang dapur yo le,”
“injih yai “
“nek mari kowe rene le”
“Injih” sahutku lagi
Setelah ku cuci cangkir itu, kembali ku mengahadap kepada yai.
“yik,,, mene mulio, njaluk pangestune ibu mu yo le”
“agunge pengapunten yai, kedah wonten nopo?”
“matur o nek kowe mene arep melu aku nang mekka, ngancani aku umroh”
Terhantam keras pori-pori relung hatiku, mendengar perintah yang tak terduga, namun tetap tak berani aku menadahkan wajah di hadapan yai, spontan tangan ku mnyahut mencium tangan yai dan mengiyakan perintah itu. Dengan jawaban yang menggetarkan kedua bibir ku yang memucat kaget beradu dengan rasa haru dan rasa hormat.
“yo wes, kono balik o nang kamarmu”
“injih yai”
                                                                                                ##

لبيك اللهم لبيك ، لبيك لا شريك لك لبيك

إن الحمد والنعمة لك والملك ، لا شريك لك

  
Kalimat talbiyah yang tak hentinya ku panjatkan dengan mengelilingi ka’bah bersama romo yai, sungguh rasa syukur ku yang tak pernah terputus dan rasa ta’dimku yang harus selalu ku ingat, atas kebaikan romo yai yang menjadikanku hanya khodam, namun hingga di perintah untuk menemani beliau. Menapak kaki pada baitulloh yang hanyasering aku dengar cerita indahnya dari sebagian orang tua teman-temanku ketika usai mengunjungi tanah haram ini. Butiran tetes air mata yang sulit terbendung mnyertai doa-doaku  mengingat sedikit tak percaya akan seluruh kejadian ini, namun harus yakin karena apa yang alloh SWT kehendaki, akan mudah terjadi secepat kedipan mata.
Usai thowaf, kami kembali ke penginapan yang di khususkan untuk jama’ah umroh indonesia. Di tengah perjalanan sempat romo yai bertanya.
“piye le.. seneng?”
“alhamdulillah, injih yai”
“iki ridhone alloh, ojo di remehno olehmu sholat wengi lan wiridan, istiqomahno sampek mati yo le, nyelengi nang masjid ora di gawe tuku rokok wae, he..he..he”
Dawuh romo yai terasa sejuk mengitari pundi-pundi hati ku.
“injih, yai” anggukan bahagiaku merespon amanah besar itu.
                                                                                                ##
Sebelum subuh aku sudah dulu di ajak pergi ke masjidil haram. Sempat ku lihat romo yai berbicara dengan seorang berjubah putih  menggunakan sorban merah yang di kerudungkan di kepala, berhidung mancung dan berjenggot putih tebal yang terlihat bahwa,  memang sengaja di pelihara oleh sebagian besar orang-orang arabian. Kembali ku lanjutkan mebaca gus mushaf yang ku temukan tertata di rak bagian tengah masjid al-haram ini. Sentuhan tangan yang asing menepuk bagian pundak kananku hingga aku mengalihkan perhatian ke belakang dengan rasa penasaran siapakah ini, namun tak sempat menoleh orang itu telah dulu duduk di sampingku dan mengantarkan segores senyum padaku.
“apakah anda muhammad arifin, asal indonesia?”
gaya bahasa indonesia yang tak faseh, yah karena di memang bukan orang indonesia.
“ya benar... saya berasal dari indonesia”
“maukah anda adzan subuh di masjid ini ?”
“mohon maaf, saya tidak punya keberanian, karena sepertinya semua petugas di sini bukan orang sembarangan, melainkan melalui persetujuan.”
Secuil senyum itu ku dapati pada wajah berkulit putih yang setengan mengeriput, dan helaian nafas yang terdengar dari hidung mancung orang arab itu.
“kamu benar nak, aku adalah imam masjidil haram ini, muadzinku sedang udzur dan badalnya sedang tidak ada, berkenankah engkau membantuku?”
“insyaalloh saya bersedia” jawabku tanpa berpikir panjang dan balasan senyum kembali aku dapati dari orang itu.
                                                                                                ##


nantikan lanjutannya........

Senin, 03 April 2017

assalamualaikum...

selamat pagi, siang, sore atau malamkah yng patut di ucapkan saat  ini...
hari yang indah ketika alloh swt ciptakan seorang insan yang lahir dengan suci yang telah hidup dlm alam rahim 9 bulan lamanya, dan berpindah ke alam dunia melalui malaikat penjaganya (ibu) dan di tetapkan pindah pda tgl 27 april 1990 saat itu..
Selamat Hari Menetas kakak, tiada tart yang bisa ku hidangkan, tiada pula kado indah yang dapat ku berikan, namun hanya sebait doa yang tiada henti terucap dari lisan yang penuh dusta ini..
semoga dengan bertambahnya nominal usia kakak  dan berkurangnya jatah umur yang di berikan alloh swt dapat semakin menjadikan kakak sebagai pribadi yang dapat di jadikan teladan, pribadi yang baik dan lebih baik lagi, semoga ketaat an ibadah kakak di tambah olehNYA, rizky serta keselamatan juga kesehatan selalu dekat dan melekat dengan kakak, dengan rentang usia 9.855 hari yang kakak lalui ini semoga yang lalu dapat menjadi guru kehidupan,yang berjalan adalah perbaikan dan yang akan datang adalah doa yang dapat di kabulkan amiinn....

terimakasih juga atas semua yang pernah di berikan, bukan semata-mata mengharap barang/uang nmaun sebuah ketulusan, terima kasih juga atas segala perhatian dan tempat sandaran yang amat melegakan, terimakasih telah bnyak berikan pelajaran dalam kehidupan. berpisah adalah obat namun terpahit yang pernah ada ketika itu terjadi. bersatu berarti siap hadapi apapun ujian pada kehidupan hingga tiba saatnya untuk pulang. belajar bersama dan hdup bersama adalah suatu harapan namun, ketika illahi rabby mengganti keinginan ini dengan jalan yang lain itulah yang menjadi obat karena segala keputusan-NYAlah yang terbaik, akan tetapi ketika itu benar terjadi, akan ada rasa obat terpahit dlm kehidupan ini, memulai dg org baru, sifat yang baru, dn cara mengayomi yang baru pula,
pada intinya doa ini tetap satu....
semoga dapat di stukan oleh illahi rabby dalam suka maupun duka, dalam suatu ikatan suci, dapat bersama jalani kehidupan yang indah sesuai syaria'at dan teladan baginda rosululloh,.
sudah dulu ya kak, udah capek nulisnya, awas banyak yang baca ya, tpi ini blogger hehehe
buat bungkusan itu, di pakai ya kalau suka, kalau enggak cukup di simpan saja, kalau benci di hilangkan dari pandangan saja baiknya,,,,, ^_^
wassalamualaikum......

Selasa, 24 Januari 2017

  Munajat Yang Tejawab
bagian 2

Hari-hari kulalui dengan sebuah penantian lahirnya malaikat kecilku yang akan di anugrahkan alloh SWT kepadaku. Di kehamilan muda istriku, ia membuatku gemas dengan gayanya yang penuh kemanjaan. "mas... (berbisik)", " iya dek.. ada apa??"  segores senyumku menatap"itu.. mas...anu..", "apa sayang?", "emm...pengen makan mangga muda mas" ndengan nadanya yang semakin manja, " beli di mana sayang?", "di pasar mas?". "iya.. mas panggilkan adi dulu ya dek"  adi adalah salah satu qodam (santri yang mencari barokah kyai) abah yang biasanya sering membantu keluaga ndalem. "jangan mas, beli sendiri saja sama adek, pakai mobil abah, ya mas??" rayuan manja istriku, " tapi, mas mau ngajar madin dek" selaku, "ya sudahlah" gemuruh wajahnya yang menampakkan rasa kecewa. "masyaalloh.. iya sayang berangkat sama mas". kembali tumbuh senyum ceria dari wajahnya yng kemerah-merahan itu. "sebentar ya, mas panggilkan kang lutfi dek, biar jadi ustad badal (guru pengganti)di kelas mas", iya mas" sahutnya.
keluarlah aku menuju kamar kang lutfi. ketika dalam perjalanan dari ndalem terlihat barisan para santri  yang mulanya duduk beranjak berdiri dan meunduk ketika aku melintas di depan mereka. kagumku pada setiap santri adalah ciri khas keta'diman mereka. senyumku sebari berunjuk salam kepad merka "assalamu'alaikum", "wa'alaikumsalam" unjuk balik salam serentak mereka.

ku ketuk kamar kang lutfi "assalamua'alaikum, akh.... akhy" panggilku, " subhanalloh, kang aziz, kaifa khaluk? monggo silahkan masuk kang, eh,,, maksud ane gus, silahkan masuk gus", sahutnya lagi," hush.. apa sih ente itu" senyumku sambil memukul lengan kirinya. " sudah ane ga lama di sini kang, ane mau minta tolong, nanti bisa ndak ente jadi ustad badal di kelas ane?" sahutku, "iya,,, gus, insyaalloh bisa, kenapa ndak sms saja tadi kang, eh.. gus mksudnya" , " masyaalloh apa-apaan sih ente itu, sudah panggil kang saja, seperti biasanya, kayak baru kenal saja ente utu,"gerutuku, "he he .. iyya kang", " ya sudah ya kang ane tinggal dulu, bidadari ane minta di carikan mangga muda"," subhanalloh, makin romantis saja antum" ledknya, "ngikut sunnah rosul kang" senyumku, "ya sudah ane tinggal dulu kang, assalamualaikum" shutku lagi, " wa'alaikumsalam warohmah, hati-hati gus,,, hehe," serunya.
terkadang diriku merasa iba padanya , ibadahnya rajin, orangnya cerdas, disiplin, tampan pun juga, namun belum ada yang mendampingi dirinya, tapi memng aku dan kang lutfi pernah sdikit bergurau, kami tidak akan pulang atau berhnti mondok sebelum kami di pulangkan atau di jodohkan oleh abah yai.

 BERSAMBUNG.....

mohon di tunggu ya cerita selanjutnya....

Senin, 05 Desember 2016

Munajat Yang Terjawab



Munajat yang Terjawab
Sepertiga malam, munajat berbondong-bondong terpanjatkan, ketika semua orang di dunia ini tengah terlelap bermain mimpi mereka. Ketika semua orang berkencan dalam mimpi, warga pesantren telah bangun, untuk berkencan pada rabbnya (Alloh swt). Semakin larut mereka semakin khusuk mencurahkan isi hati pada rabbnya. Dan disinilah cerita itu akan aku mulai. Namaku adalah Muhammad Zainuddin Aziz, aku adalah ketua pengurus sekaligus dewan asatid di pesantren  “PESANTREN NURUS SYAFA’AT ” pesantren yang sangat modern tapi masih menjunjung norma-norma agama yang tinggi. Yang letaknya di daerah kediri jawa timur. KH.Abdur Rohman Wahid beliau adalah penggasuhnya.
Di suatu pagi dan itu pagi sekali ketika orang-orang masih lelap dengan tidurnya, tepatnya masih pukul 01:00 pagi, tiba-tiba aku di panggil oleh abah yai. Alhamdulillah abah yai sepertinya menjadikan aku sebagai tangan kanannya. Pagi itu abah yai berkata padaku ”Zain kamu ngerti anak ku seng pertama toh”, ”enggeh kulo semerap bah”, ”iku lho le kowe kan wes suwe neng kene, kowe yo wes dewasa, pantes lah nek  wayahe duwe rumah tangga”, ”engge bah, tapi maksut e njenengan niku nopo kulo mboten ngertos”, aku masih bertanya-tanya ”ngene lho le, kowe gelem ta tak jodohne karo anak ku wedok seng pertama, shofiya” lanjut abah yai. Akupun  pun berfikir dan menjawab pertanyaan abah yai ”agunge pengapunten nggeh bah kulo pikir-pikir riyen kadose  kulo ngge dereng saget dados imam ingkang sae” sela ku, ”yo, kowe pikir pikir dipek”.
Setiba di kamar akupun terdiam seribu kata sambil berfikir apakah ini mimpi atau apa, sampai bisa di jodohkan dengan seorang anak kyai terpandang, tapi tetap saja aku masih merasa kurang pantas jika harus bersanding dengan neng shofiya. Sepulang dari ndalem aku mulai melakukan rutinitasku yakni jadwal kencanku dengan rabbku dan ketika itu aku menambahnya dengan sholat istikhoroh dan meminta petunjuk kepada rabbku juga berdoa agar apa yang telah di pilihkan abah yai untukku memang telah di jodohkan alloh kepadaku, tiba-tiba ditengah doaku ada salah satu temanku yang memang dialah yang paling akrab denganku, namun dia masuk ke pesantren ini 1 tahun setelah aku masuk ke sini. Dia memasuki kamarku sebut saja kang lutfi panggilan akrabku padanya, tapi para santri memanggilnya ustad lutfi, ya dikarenakan dia memang mengajar sekolah madin di pesantren. Kang lutfi memandangiku dengan serius “wah..wah kang ane liat ente makin khusuk aja kang, ada apa gerangan kang?? Lagi minta jodoh ke alloh ta kang?” ledek kang lutfi, “ente itu ada-ada aja akh, bukannya ente yang sering minta jodoh ke alloh?” balasku, “he....he...he...(meringis) ente tu akhy yang paling perhatian ke ane” balasnya sambil meninggalkan kamarku, ”selalu lupa salam orang ini” gerutuku.
Pukul 08:00 saat ketika aku akan berangkat mengajar madin tiba-tiba berpapasan dengan neng shofiya yang saat itu mau pergi ke alfamart dekat pesantren, ”astaghfirulloh, ya rabbi jagalah pandangan hambamu ini” doa dalam hati kecilku. Setiba dalam kelas akupun memulai salam pembuka untuk mengawali pembelajaran, ketika para santri membaca nadhom sejenak terlintas dalam fikirku apa yang aku lihat tadi “astaghfirulloh ya rabbi, kenapa ini terus terfikirkan pada hamba ya rabb” curhatku dalam hati. Sepulang dari mengajar, aku masuk kembali ke kamarku kemudian aku mulai menghubungi orang rumah untuk menanyakan penawaran abah yai tadi pagi. “tuu....tut...tut...(nada tunggu)” “assalamualaikum” salam umyku, “wa’alaikumsalam umy, pripun kabare panjenengan?”, ”alhamdulillah sae lee, sampeyan pripon kabare lee? Mboten mantok nopo umy kangen le!! Umy manton ngipi sampeyan le, tapi alhamdulillah ngipine umy sae!!” sahut umyku “ngge insyaalloh mangke kulo badhe izin mantok ten romo kyai my, ridhone mawon ngge my, agunge pengapunten kulo sampun dangu mboten mantok” jawabku,”yo wes le, ati-ati ngge, di jogo tenanan atine kudu mung damel alloh swt mawon sedanten”, ”ngge umy,assalamualaikum” pamitku sebari menutup telfon. Seusai aku menelfon aku pergi ke ruang ndalem abah yai untuk meminta izin akan pulang hari ini.  “assalamualaikum” sebari berjalan dengan lulut sambil menghampiri abah kyai, ”wa’alaikumsalam warrohmah, ono opo le?” tanya abah kyai, ”agunge pengapunten abah, kulo badhe pamit kundur” izinku “oh moleh,,,iyyo wes ati-ati, balik kapan le?” tanya abah lagi “mboten dangu abah, namung 2 dinten mawon” sahut ku “yo wes budalo, ati-ati yo!!!” pesan kecil abah kyai  “njeh abah, assalamualaikum”  salamku.
3 jam aku lalui di perjalanan, ”alhamdulillah sampai rumah juga” syukurku dalam hati sambil melepas helm, Tok...tok....tok....  “assalamualaikum“ ketukan tanganku yang aku benturkan  pintu, ”wa’alaikumsalam” sahut putri adikku yang sambil berlari membuka pintu, ”subhanalloh mas aziz” teriak putri kegirangan sambil mencium tanganku, yah putri memanggilku mas aziz karena memang akrabnya di desa panggilan itu dari kecil. “kemana umy dik?” tanyaku, ”lagi ke kebun mas nyari durian masak” jawab putri, ”wah kayaknya duriannya lagi banyak yang matang ya dek?” tanyaku lagi sebari menuju kamar, ”iya mas kan lagi musimnya,lhoo mas kok tumben pulang? Padahal kan belum hari raya mas? padahal biasanya kalo hari raya saja pulangnya mas!” tanya putri sambil menghidangkan minuman ke pada ku, ”he...he...he iya dik, mas di suruh abah kyai pulang dik” jawabku, ”lho mas di pulangkan, sudah nggak mondok lagi gitu ta mas?” tanyanya sambil terkejut, ”huss....ngawur kamu itu nggak dik, cuma pulang saja, kamu nggak kangen mas mu ini ta dik?” godaku “ya kangen toh mas, mas ini su’udzon saja” rengek adikku. “assalamualaikum...” umyku  datang dari kebun dan membawa 3 buah durian yang sudah masak, “wa’alaikumsalam warohmatulloh” sahutku dan adik, ”kamu sudah sampai toh le, sudah lama menunggu umy?” tanya umy, ”mboten  umy,aziz baru sampai “, “yo wes le,,istirahat dulu sana, toh kamu pasti capek, kediri ke sini kan lumayan jauh le” suruh umy sambil berjalan  ke arah dapur, ”ngge umy” jawabku. “alhamdulillah baiti jannati, syukron ya rabbi” rasa legaku yang amat aku syukurkan hanya kepada sang penguasa rasa yaitu Alloh SWT.
Pukul 4 sore setelah pulang dari masjid, aku mulai menghampiri umyku yang sedang duduk santai di depan teras rumah. ”assalamualaikum umy” salamku bersamaan dengan adik, kemudian adik langsung masuk. ”my putri masuk duluan ya, mau ngaji dulu” ucap adik. ”iya, kalau sudah selesai ngaji tolong ya bereskan ruang tamu”, ”ngge umy” jawab adik sambil bergegas pergi kekamarnya. Kami duduk bersama dan aku mulai memberi tahu apa maksud dari kepulanganku ”my, aziz pulang mau minta restu umy?” tanyaku pelan-pelan,”restu opo to le” tanya umy, ”anu my aziz minta restu” jawabku dengan gugup. ”iya le mau minta restu apa” tanya umy penasaran. ”my aziz di utus abah untuk menikahi anak pertamanya abah kyai, neng shofiya” jawabku sedikit lega. ”oh, iya iya memang di umur kamu yang sekarang kamu sudah pantes untuk membina keluarga le, umy selalu mendukung apapun yang menurutmu itu baik & benar” jawab umy tersenyum. ”jadi umy merestuinya, makasih ya umy” kegembiraanku terasa ketia umy merestuiku sampai-sampai aku memeluk umy terlalu erat “tapi jangan lupa le, jadilah imam yang baik buat istri kamu, bina dia sesuai syariat agama, dan juga jangan pernah menyakiti hati maupun fisiknya jika dia salah, ingatkan saja jangan di ingatkan dengan cara yang keras yho le, umy merestuimu le, karena umy yakin pilihan abah kyai pasti sudah diistikhoroi le” tutur umy ”nggeh umy, aziz selalu ingat apa kata umy” jawabku. Adzan maghrib berkumandang aku dan keluargaku menunaikan kewajiban kami.
Keeseokan harinya aku berpamitan dengan umy dan adikku untuk kembali ke pondok, ”umy, aziz pamit mau kembali ke pondok”, ”yo wes hati hati di jalan” jawab umy, ”lho mas kok buru buru mau kembali ke pondok” sahut putri, ”iya soalnya mas mu ini masih ada urusan di pondok nduk” sahut umy, ”ealah mas, putri kan masih kangen sama mas” ucap putri sambil memandangku. ”iya dek mas juga masih kangen sama adek tapi mau gimana ladi mas sudah di panggil ke pondok, mas janji kapan-kapan mas pulang lagi” ucapku ke putri, ”kalo pulang bawa mbak ipar buat putri ya mas!!!” gurau adikku, aku hanya tersenyum mendengar pesan adikku itu.
Akhirnya aku berangkat ke pondok tiga jam perjalanan yang harus kulampaui untuk dapat sampai di kediri. Setiba di pondok akupun langsung ke ndalem “assalamualaikum” salamku, ”wa’alaikumussalam” jawab neng shofiya, ”abah kyai wonten” tanyaku, ”wonten, sekedap kang kulo timbalaken” sahut neng shofiya sebari masuk ke ndalem, beberapa menit kemudian abah kyai keluar, namun kembali masuk ke ndalem lagi, akupun sabar menunggu namun aku bingung kenapa abah kyai masuk kembali. Tiba-tiba 3 menit lagi abah kyai kembali keluar untuk menemuiku dan neng shofiya juga ikut serta di belakang abah kyai “wes suwe le?” tanya abah kyai  “enggal mawon bah” jawabku, ”iki putriku shofiya, wes kenal” tanya abah kyai lagi “mboten bah, namung kepireng asmine mawon” jawabku lagi, ”iki nduk zainuddin aziz, salah sijine ustad kene, kowe arep tak jodohne karo iki, piye menurutmu nduk” tanya abah kyai yang memperkenalkanku pada neng shofiya, ”kulo sendiko dawuh panjenengan mawon by” jawabnya, ”yo wes le, piye keputusane  keluargamu le?” tanya abah kyai padaku, ”alhamdulillah umy sampun ngerestui” sela lirihku “trus piye lamarane, kapan isone le?” tanya abah kyai “kulo sendiko dawuh panjenengan mawon” seruku “yo wes mene keluargamu gowo rene yo le, kabarono langsung akad yo le” perintah abah kyai. Aku sedikit kaget mendengar hal itu, karena bagiku itu terlalu cepat, tapi apa boleh buat, aku hanya ingin mendapat hidup yang barokah, perantara hal ini, “inggih bah sendiko dawuh, kulo pamit kundur assalamualaikum” izinku lagi untuk pulang kembali “wa’alaikumsalam” jawab abah kyai dan lirih neng shofiya. Seusai dari ndalem abah kyai, aku menuju kamar asramaku untuk mengemasi baju-bajuku yang ada dalam almari, “assalamualaikum” sahut salam dari luar ruangan “wa’alaikumsalam siapa?” tanyaku “lutfi kang, boleh masuk kang?” tanya kang lutfi “boleh-boleh, buka saja akhy” suruhku, kang lutfi terkejut dan bertanya “lhoo kang mau kemana kok kemas-kemas banyak sekali, ada apa kang?” “anu... akh ane mau pamit pulang” selaku, “pulang ndak balik ta kang? lho kenapa kang?” kaget dan bertanya-tanya  “ane di pulangkan abah yai akh” sahutku “lhoo kok bisa kang kenapa? Wah akang nggak bisa liat neng shofiya nikah dong, padahal bentar lagi kabarnya neng shofiya mau nikah kang, kayaknya sih di jodohkan kang, kira-kira akang hadir kan?”  cakap kang lutfi “insyaalloh ane pasti hadir akh, sudah ya akh, ane buru-buru mau pulang, nitip simpankan kitab-kitab ane ya akh, kalo ane ada kesempatan ane ambil, salam pamit juga ke rekan-rekan ya akh ane nggak bisa pamitin satu-satu, salam maaf juga ke semuanya, syukron akh, assalamualaikum” pamitku sambil tergesa-gesa mnggendong tas hitamku”, “ya kang hati-hati, waalaikumsalam” sahut kang lutfi “lho...lho ada apa toh kang zain dipulangkan abah yai, apa ada problem ya?” pikir kang lutfi kebingungan.
2 jam setengah kulalui dalam perjalan dengan sangat ngebut sekali. Setelah sampai di rumah aku langsung mencari umy “assalamualaikum, umy....umy” teriakku sambil tergesa-gesa “wa’alaikumsalam, ya alloh lee....ada apa lagi le, apa ada yang ketinggalan le?” tanya umy, ”mboten umy, kulo sampun sampek ten pondok, kulo di utus abah kyai kundur maleh my” jawabku dengan nafas senin-kamis kata orang-orang menjuluki hal ini “duduk dulu le, pasti capek, kan jauh, tenang dulu umy ambilkan minum lee..” bergegaslah umy ke dapur dan menuangkan segelas air dingin untukku “di minum dulu le” umy menyuguhkannya padaku, ”begini my, dawuhe abah kyai, mbenjeng njenengan di utus mriko, kulo di utus ngelangsungaken lamaran kale sekalian akad my” ucapku memberi tahu umy dengan sedikit tenang karena minum yang di suguhkan umy padaku, sementara itu handphone umy yang di meja berbunyi dering sholawat ala pesantren yang di jadikan umy sebagai nada dering telfonnya, “sebentar ya le, umy angkat dulu”  ternyata telfon itu dari abah kyai, diangkatlah oleh umy “assalamualaikum”, “wa’alaikumsalam”, jawab abah yai, “bu.... pripon kabare? Mugi-mugi sae bu, kulo badhe sanjang, njenengan siap-siap ngge bu, mbenjeng njenengan mriki, mbten usah mbeto nopo-nopo bu, mahar mawon, ngapunten ngge bu gupuh mawon, sabda kanjeng nabi muhammad saw perkara ingkang sae niku kudu cepet-cepet di laksanaaken bu, nopo meleh seng namine nikah, pripon  bu?” sahut abah yai lagi “alhamdulillah kulo sekeluarga sae bah, enggeh bah, niku perkara sae, ngge kulo mbenjeng sekeluarga mriko, namung panjenengan nedi mahar nopo saking putra kulo?” tanya  umy, “seadanya saya terima bu, yang penting ikhlas, nabi adam mawon mahare namung sholawat bu” seru abah kyai, umypun lega mendengar perkataan abah kyai tersebut, ”alhamdulillah ngge bah” sahut gembira umy. Setelah itu, umy langsung mengabari sanak saudaranya yang jarak rumahnya hanya berbeda desa dan kecamatan saja, dan bersyukurnya semua sanak saudara umyku sudah punya handphone, jadi praktis ketika mengabari mereka. Ketika sanak saudara telah di kabari, umy bergegas membeli seserahan yang sudah jadi adat kebiasaan saat ada lamaran dan pernikahan. Umy membelinya bersamaku.
Keesokan harinya ketika semua keluargaku berkumpul dengan hanya membawa keluarga dan kerabat dekat saja, yang hanya kami muat dengan 2 mobil kijang,1 innova,1 avanza yang aku kendarai bersama umy, adikku, dan adik terkecil dari H. Syaiful arifin (alm) ayahku yang menyetir mobil yang kami tunggangi. Semua bergegas menuju pondok pesantren NURUS SYAFA’AT. “Alhamdulillah, sudah sampai” syukur umy, ”umy, aziz gemetar umy” bisikan rintihku, aku memang sangat gemetar sekali saat itu, karena memang ini baru pertama kalinya aku melamar sekaligus melangsungkan akad, bagiku ini terlalu cepat karena sebelumnya aku tak pernah berfikiran untuk menikah, yang kupinta pada tahajjudku hanyalah seorang bidadari dunia yang bisa aku bawa keliling surga esok bersamaku, “sudah le, itu wajar, bismillah saja pasrah pada yang maha berkehendak“, sahut umyku. “assalamualaikum” salam keluargaku memasuki ruang ndalem, yang ternyata kedatangan kami telah di tunggu-tunggu oleh abah kyai sekeluarga juga seluruh dewan asatid pesantren NURUS SYAFA’AT yang juga kerabat dekat ku. Serentak para dewan asatid terkejut apalagi kang lutfi, karena saat itu kang lutfilah yang berharap aku hadir dalam pernikahan neng shofiya dan ternyata aku memang menghadirinya, namun bukan sebagai tamu undangan melaikan akulah mempelai prianya. “subhanalloh” terkagumnya kang lutfi yang tak di sangka-sangka bahwa aku yang di jadikan menantu abah kyai. Disambutlah keluargaku dengan ramah tamah oleh abah kyai dan kami segera melangsungkan pernikan tersebut, dan abah kyailah yang menjadi penghulu ku bersama neng shofiya. “zawwajtuka MUHAMMAD ZAINUDDIN AZIZ BIN H.SYAIFUL ARIFIN almarhum  bi NUR SHOFIYATUL JANNAH WAHID BINTI KH.ABDUR ROHMAN WAHID bi mahrin alfu alfin rubiah wa mushaf al-qur’anul utsmani”, “qobiltu nikakhaha watazwijaha bil mahril madzkur” jawabku, kemudian abah yai bertanya pada saksi nikah “khalan?” “halal” jawab saksi serentak, kemudian di doakanlah pernikahan kami ini agar menjadi pernikahan yang sakinah mawaddah dan warrohmah.
Malam ini adalah malam pertama aku tidur di temani seorang bidadari surga yang jelas-jelas halal seutuhnya bagiku “oh ya rabbi terima kasih atas nikmat dunia yang engkau berikan ini” bentuk syukurku pada rabbku. Sebelum aku mulai menyentuh istriku, aku ingin sekali-kali berbincang-bincang dengannya, namun aku sedikit malu. Ku biarkan istriku yang memulainya, namun setelah aku mengganti pakaian pengantinku dengan pakaian tidur, dia mulai berbicara padaku. “assalamu'alaikum mas”, lirih suaranya yang serak-serah basah namun sejuk ketika di dengar, mulanya aku bingung, aku harus memanggilnya dengan sebutan apa, tak berfikir panjang akupun menjawabnya “wa’alaikumsalam, iya ada pa dek?” tanyaku dengan nada lirih mengikutinya. “apa mas tidak bahagia dengan pernikahan ini mas? Aku ingin mas menjadikan aku sebagai ladang mas malam ini, apapun sesuka mas, aku adalah ladang mas untuk kapan saja” pintanya, “alhamdulillah dek, mas bahagia dengan apa yang di berikan alloh pada mas, mas akan berusaha berikan adek nafkah lahir batin dek” jawabku, namun sepertinya shofiya sedikit resah, mungkin karena aku belum menyentuhnya sama sekali. Setelah kami mengganti pakaian, akupun mengajak istriku sholat sebelum melakukan hubungan suami istri, seperti apa yang pernah aku kaji pada kitab fatkhul izzar ketika masih nyantri dulu. “dek mari sholat” ajakku, “iya mas, shofiya ambil wudhu dulu mas” jawab istriku. Setelah kami menyelesaikan sholat, akupun mulai mendekatinya, namun aku tetap berpegang pada apa yang di sabdakan Rosululloh SAW yang juga sering aku kaji dalam kitab al-adzkar.

                       BERSAMBUNG.............               


Kamis, 08 September 2016

Masa Lalu Diriku

Masa Lalu Diriku

          Tak terpentingkan yang lainnya kecuali 2 malaikatku itu. Siapa mereka? Ya... Bunda Yandaku...
Bukan diri ini tak mau keluarkan sepeser rupiah untuk kawan dan yang lain. Tapi, ku tak mau bahagiakan yang lain dulu. Bagiku semua dapat mudah diambil kecuali segores senyum malaikatku. Kue dan kado adalah hal sepele yang ketika yang lain ingin memberikannya, ku kan ikut berikan namun, ketika malaikatku telah dulu merasannya dariku. Bahagiaku bisa di geser ketika bersama kawan. Namun, bahagia bunda yandaku kan ku sesali bila aku tak mamapu mengukirnya.
          Mengingat kisah kecil tentang diri ini yang masih kanak-kanak, terkadang membuat buaian air mata ini terjun. Hati tercabik berdemo akan sebuah keadilan. Penuh untaian tanya mengapa? mengapa aku di titipkan ke rumah nenek? apa aku tak di sayang? apa kenakalanku sungguh keterlaluan? mengapa begini? mengapa begitu?
         Bila diingat, fikir ini kian hari kian harus dewasa. Haruskah menuntut hal seperti itu? TIDAK.. !!
ketika umur sekian seperti ini, remaja harusnya bisa kembangkan pola fikirnya, berfikir untuk hatinya juga. Hidup tak cukup di lalui dengan gejolak amarah.. Kata "Mereka tak sayang aku"  tak pantas di ukir mendalam lagi. Ku sadar, bila masa-masa itu memang sangat menyakitkan ketika di ingat. Namun, tak pantas diri ini menuntutnya. Walaupun tak tahu apa alasan aku di seperti itukan. Ku harus menjernihkan fikirku tentang semua hal itu. Berfikir bahwa mereka sangat memperhatikanku. Semua yang ku pinta, keringat merekalah yang di bayarkan. Haruskah aku menuntutnya? Pantaskah ku lakukan itu ? TIDAK.. !! (sentak dalam diriku). Karena ku sadar tulang mereka semakin terbanting karenaku, karena keinginanku, karena ingin bahagiakan diriku.
        Apa yang bisa ku balaskan. Sedangkan semua yang kumiliki, merekalah yang loengkapi, karena ku tak pernah lengkapi kebutuhannku dengan jerih payahku.
                                                       Ooohh Bunda Yanda ku..!!!
Tiada anugerah terindah yang patut ku syukuri kecuali lahirnya diriku pada malaikat penyayang seperti kalian.

Bersambung....

Selasa, 06 September 2016



Hasil gambar untuk wanita

 WANITA


Ketika Tuhan menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya,
“ Mengapa begitu lama menciptakan wanita, Tuhan? ”
Tuhan menjawab,
“ Sudahkah engkau melihat setiap detail yang saya ciptakan untuk wanita?” Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan, dan semua itu hanya dengan dua tangan “.
Malaikat menjawab dan takjub,
“ Hanya dengan dua tangan? tidak mungkin!
Tuhan menjawab,
“ Tidakkah kau tahu, dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan bisa bekerja 18 jam sehari“.
Malaikat mendekat dan mengamati wanita tersebut dan bertanya,
“ Tuhan, kenapa wanita terlihat begitu lelah dan rapuh seolah-olah terlalu banyak beban baginya?”
Tuhan menjawab,
“ Itu tidak seperti yang kau bayangkan, itu adalah air mata. ”
“ Untuk apa? “, tanya malaikat.
Tuhan melanjutkan,
“ Air mata adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan, serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona laki-laki, ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki wanita. Dia dapat mengatasi beban lebih dari laki-laki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri, dia mampu tersenyum saat hatinya menjerit, mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan. Dia berkorban demi orang yang dicintainya, dia mampu berdiri melawan ketidakadilan, dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang, dia girang dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia, dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran. Dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian, tapi dia mampu mengatasinya. Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka. ”
“Cintanya tanpa syarat. Hanya ada satu yang kurang dari wanita,

Dia sering lupa betapa berharganya dia ..”

(sumber: Dagelan Santri Indonesia.facebook)

Minggu, 04 September 2016



TIRAKAT SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN

Syaikhona Kholil Bangkalan Madura adalah ikon ulama yang pernah dimiliki Nusantara, Jawa Timur khususnya. Beliau mempunyai banyak guru dalam perjalanannya menuntut ilmu. Salah satunya adalah Kiai Noerhasan bin Noerkhotim Sidogiri. Saat itu, Syaikhona Kholil Bangkalan tidak mondok (menetap) di Pesantren yang sudah memasuki miladnya yang ke-279 ini, tetapi Syaikhona Kholil mondok di PP Keboncandi Winongan ( timur Warungdowo, Pasuruan). Setiap hari beliau berjalan kaki menempuh jarak kira-kira 20 kolimeter ke Sidogiri untuk mengaji kepada Kiai alumnus Haramain tersebut yang notabene masih kerabat, sama-sama keturunan dari Sayid Sulaiman Sang Pendiri Pesantren.
Dalam perjalanan, tiap kali menjumpai pohon besar beliau berhenti dan membaca surah Yasin satu kali. Hingga ketika sampai di Sidogiri, beliau telah membaca surah Yasin 20 kali. Begitu pula dalam perjalanan pulang setelah menimba ilmu dari Kiai Noerhasan, beliau membaca Yasin 20 kali. Dan untuk melengkapi 41 kali, beliau membaca surah Yasin satu kali ketika sampai di Warungdowo.
Selain itu, sebelum masuk ke kompleks Pondok Pesantren Sidogiri, Syaikhona Kholil terlebih dahulu melepas terompahnya, lalu berjalan tanpa alas kaki menuju tempat pengajian Kiai Noerhasan. Hal ini beliau lakukan karena ta’zhim (hormat) dan tawaduknya yang luar biasa kepada Sang Guru.
Sumber buku; Jejak Langkah 9 Masyayikh Sidogiri 2. 

(sumber: ponpes sidogiri, pasuruan jawatimur)